Welcome, Selamat Datang, Ahlan Wa Sahlan

Assalamu'alaikum Wr.Wb.
Terima kasih telah berkunjung ke blog saya, semoga bisa menambah relasi pertemanan dan mengikat tali silaturahmi. Blog ini berisi penuh cerita tentang dunia menulis, kuliner, crafting, islamic, pendidikan dan gardening. Sungguh senang jika anda berkenan meninggalkan jejak dan pesan di blog ini. Selamat membaca, semoga bermanfaat:D.

Selasa, 17 Juni 2014

CERPEN ANAK : GAUN BU DARJO



Karya : Gesang Sari Mawarni

 “Kreek….!” suara robekan kain ini telah membuat mata Dita  melebar kembali. Kantuk yang mendera anak perempuan kelas tiga Sekolah Dasar ini,  beberapa waktu tadi tiba-tiba pergi.

Ow, tidak mungkin. Gaun pesanan Bu Darjo ini telah robek sebelum diterima si empunya. Apalagi kain bahan yang dipakai tergolong mahal dan langka. Bagaimana ini?  Tanya Dita dalam hati.

Sepulang sekolah tadi, sebenarnya dia ingin bermain bersama teman-temannya, namun ibunya meminta bantuan untuk membongkar jahitan gaun Bu Darjo. Ada hasil jahitan ibunya yang salah pada gaun itu. Sementara ibunya pergi memanen telur ayam, ia dengan ogah-ogahan membongkar jahitan baju itu, hingga rasa kantuk pun tak terasa bersemayam.

Sungguh sobekan itu bukan suatu kesengajaan yang dia buat, namun ibunya pasti akan murka melihat hasil pekerjaannya ini. Teringat ia akan kemarahan ibunya beberapa waktu lalu. Terlihatlah ia tak sungguh-sungguh dan hati-hati dengan pekerjaannya. Dadanya tiba-tiba berdegup kencang, tangannya gemetar. 

Setengah lagi harusnya dia membongkar jahitan baju Bu Darjo, namun konsentrasinya berkurang. Beruntung tak ada sobekan pada pekerjaan selanjutnya, namun kerusakan yang sebelumnya tak bisa begitu saja diperbaiki. Kain bahan yang dibawa Bu Darjo tak ada sisa. Bagaimana ini?

Ibunya masih beberapa waktu lagi datang dari peternakan ayam milik keluarga mereka di desa seberang, segera dia bongkar celengan plastik tempat ia menyimpan sisa uang sakunya selama ini. Uangnya banyak, tanpa menghitungnya bergegas dia masukkan  ke tas sekolahnya.

Pintu-pintu dan jendela rumah dia tutup. Kunci rumah dia titipkan Bi Iyah tetangganya. Dia berpamitan hendak ke rumah teman. Dia naik sepeda mini hingga ujung desa, kemudian menitipkannya ke tempat penitipan sepeda dan selanjutnya ia naik angkudes menuju kota. Ya, dia akan naik angkutan ke kota mencari kain untuk pengganti kain gaun Bu Darjo.

Ini adalah pengalamannya pertama kali naik angkutan ke kota sendirian. Dia ingat pernah diajak ayahnya naik angkutan ke kota. Menjelang senja ia sampai di kota, beberapa toko kain telah tutup dan toko kain yang masih buka tidak menjual kain sejenis.

Sedih menjalari hatinya, akankah dia akan dimarahi ibunya lagi? Air matanya menetes dan tak terasa isakan juga menemaninya. Begitu keluar toko langit telah gelap gulita, bagaimana dia harus pulang ke desa? 

Bibirnya yang tipis tak henti merapalkan do’a yang dihafalnya. Teringat dia akan kasus bandit-bandit di kota, tapi mengapa tadi siang dia tak memperhitungkan segalanya. Tak memperhitungkan segala resiko jika dia nekat pergi ke kota sendirian. Apalagi pergi hingga senja bahkan malam tiba dan tanpa ijin orang tua.

Tangisnya tak tertahan, dia dekap tiang listrik di ujung sebuah perempatan jalan depan sebuah pusat perbelanjaan. Rambutnya telah basah oleh keringat dan debu. Kakinya kotor terkena debu dan air genangan di jalan. Masalah yang dia hadapi selanjutnyya adalah, tak ada angkutan menuju desanya jika malam tiba.
Tiba-tiba ada tangan mencolek lengannya.”Hei anak manis, mengapa menangis?”

Spontan tangannya menampik tangan kekar lelaki yang tak dikenalnya itu. Bertambah takutlah dia, seorang laki-laki berkumis tebal, berambut keriting dan berkulit hitam tiba-tiba ada di hadapannya. Sebuah jaket kulit dan sepatu lars dikenakannya. Gambaran para bandit di novel detektif yang pernah ia baca, mirip dengan dengan model laki-laki di hadapannya. Konsentrasinya jatuh pada tas penuh uang yang dibawanya.

Hendak dia melarikan diri, namun tangan kokoh lelaki itu menahannya. “Jangan takut Nak, Bapak seorang polisi ”,  kata laki-laki itu sambil memperlihatkan kartu nama yang ia simpan di sakunya. Ada tulisan ‘POLISI”. Ternyata laki-laki ini polisi yang menyamar menjadi preman. Berkuranglah rasa takutnya, dan tanpa ragu diikutinya langkah laki-laki itu menuju pos polisi yang ada di sebrang jalan.

“Jadi kamu sendirian saja ke kota?” tanya bapak polisi yang berjaga di pos.

“Iya Pak!”

“Hmm, jangan sedih kami akan mengantarmu pulang! Tapi jangan diulangi lagi, pergi tanpa ijin orang tuamu  ya Nak! “ Nasehat Pak Polisi yang bertampang bak bandit tadi.

Akhirnya dengan diantar Pak Polisi yang baik hati, dia pulang ke rumah setelah sebelumnya diantar mengambil sepeda mininya yang dititipkan di penitipan sepeda di ujung desa. Lampu sepeda motor Pak Polisi mendampingi perjalanan hingga sampai rumahnya.

Begitu tiba di rumah, dia disambut orang tua dan tetangganya. Mereka bingung mencarinya sejak tadi. Ibunya langsung memeluknya sambil menangis haru. Tak berapa lama Pak Polisi kembali ke kota.

Kemudian, masuklah mereka ke dalam rumah. Gaun Bu Darjo telah tergantung indah di almari etalase rumah mereka. Ibunya yang seorang penjahit kenamaan di desanya telah berhasil menyelesaikannya.

Langkahnya tertuju pada almari etalase dan tangannya meraih gaun Bu Darjo. Dia amati letak sobekan yang sempat ia torehkan pada gaun cantik itu, namun tak terlihatlah cacat gaun itu, karena ibunya telah membuat permak lewat aplikasi yang cantik.

Tangannya masih memegang erat gaun Bu Darjo, sedangkan matanya menatap mata ibunya yang tengah menatapnya. Sebuah senyuman dari wajah ibunya telah menghilangkan galaunya, apalagi pelukan. “Lain kali jangan menyembunyikan masalah ya?” bisik ibunya yang tengah memeluknya. Anggukan kepala adalah jawaban atas tekadnya.


*Cerpen ini diposting di Facebook saya juga dalam rangka memeriahkan HUT ke-4 Komunitas Penulis Bacaan Anak. Bagi Anda yang ikut membacanya ada konsekuensi untuk ikut meninggalkan jejak
komentarnya. Ingat, wajib ya...! Makasih....!
** Sumber gambar http://www.iimug.org


Tidak ada komentar:

Posting Komentar