Sita sedang
sibuk menyirami tanamannya sore itu. Semilir angin yang sesekali menjatuhkan
butir-butir air dari daun-daun maupun semak-semak tanaman yang dia sirami
membuat suasana sore itu terasa segar.
Di
antara rumah di Blok Cendrawasih, Perumahan Laguna Indah, rumahnya paling hijau
dan asri. Berbagai tanaman dan bunga terawat sehingga tumbuh dengan baik.
Sebagai
pecinta bunga keluarga Sita begitu gemar mengkoleksi tanaman baru. Baik bunda,
ayah, Sita maupun Ardi sangat suka berburu tanaman baru baik beli dari pameran
maupun barter dengan handai taulan.
***
Suatu
hari Sita kedatangan teman satu sekolahnya yang bernama Nurul. Nurul adalah
teman baru Sita, dia baru pindah dari kampung mengikuti ayahnya. Ibunya telah
wafat setahun lalu.
Siang
itu Nurul belajar berkelompok dengan Sita untuk mengerjakan tugas ketrampilan
membuat kemonceng dari tali rafia.
Nurul
bercerita jika sejak di kota dia susah jika harus bertanam. Minimnya lahan
membuatnya kadang mati kutu untuk menaruh bibit tanamannya. Tanaman bunga juga
lebih mahal dibanding di kampung. Namun semangat Nurul untuk bertanam tak
padam. Beberapa tanaman tetap ia pelihara untuk hiburan dan pelipur lara.
Saat
Nurul dan Sita tengah asyik mengerjakan prakarya, tiba-tiba Ardi kakak Sita
datang. "Sita...tadi kakak dapat benih bunga matahari nih."
Dengan
sigap bungkusan kecil itu diterima Sita dengan bergembira. Nurul melihat sambil
bergumam "Dulu saat mamaku masih hidup, aku pernah menanam bunga matahari.
"
Nurul
memberanikan diri meminta pada Sita. "Sita, bolehkah aku minta beberapa
butir biji bunga matahari itu. Aku ingin menanamnya... Sungguh susah mencari
orang yang punya biji bunga itu di kota."
"Udah
bagi aja tuh ama Nurul bijinya" kata kak Ardi tiba-tiba. Ternyata dia
belum beranjak jauh pergi meninggalkan Sita dan Nurul. Tangannya masih asyik
memegang koran pagi tadi di kamar tamu.
"Hmmm...hanya
ada 7 biji kak!" Sungut Sita sedikit keberatan.
"Gak
pa pa, bagi aja." Kata Kak Ardi meyakinkan.
Sita
menurut, meskipun dengan berat hati, Dia berikan 3 biji bunga matahari pada
teman barunya Nurul.
***
Biji bunga
matahari milik Sita dan Nurul sama-sama ditanam sore itu. Seminggu kemudian
sudah sama-sama tumbuh. Namun perkembangan tanaman Sita kurang bagus, tiba-tiba
tanaman itu layu dan mati ke-4-4 nya. Ketika dicek oleh bunda, akar tanamannya
busuk karena jamur. Media yang dipakai menanam harusnya diganti dulu dari dalam
pot dengan media baru menurut mama Sita.
Sita
sedih, dia merasa bersalah tidak mengganti media tanam di dalam pot, sebelum
menanam.
***
Berbeda
dengan tanaman Sita, tanaman Nurul tumbuh subur. Setelah sebulan lebih kuncup
kecil mulai muncul.
Tiga
biji pemberian Sita tumbuh sempurna. Tak lupa siang itu sepulang sekolah, dia
potret bunga matahari di 3 pot berbeda itu dengan smartphone milik ayahnya yang
kebetulan tertinggal di rumah. Lalu dia unggah di instagram dan facebook
miliknya sambil mention ke akun Sita sambil mengucapkan terima kasih.
Sita
sangat kaget melihat mention foto dari teman barunya itu. Sungguh dia iri
dengan bunga yang ditanam Nurul bisa tumbuh subur. Namun jari lentiknya tetap
memberikan klik love di akun
instagram dan like di akun facebook
Nurul.
Tak
disangka foto itu mendapat love dan like dari banyak pemakai media sosial.
Di
sekolah beberapa pekan, Nurul tak henti-hentinya bercerita tentang bunga
matahari peliharaannya. Teman-temannya sekelas sangat antusias. Apalagi suatu
ketika Nurul membagi kuaci bunga matahari yang menurut ceritanya adalah olahan
dari ayahnya dari 3 tanaman bunga mataharinya.
Sita
masih bersedih jika ingat tanamannya mati sedang milik Nurul hidup dengan
subur.
Setelah
teman sekelas pesta kuaci biji bunga matahari yang dibawa Nurul. Nurul
mendekati Sita yang duduk di pojokan.
Tangannya
meraih telapak tangan Sita sambil mengangsurkan bungkusan "Sita ini
kubawakan benih bunga matahari. Cobalah menanam lagi, Insha Allah pasti bisa
tumbuh kali ini."
Mata
Sita berkaca-kaca, tak menyangka Nurul sebaik itu. "Sita, mengapa saat itu
aku ingin sekali menanam bunga matahari, meskipun lahan untuk menanam di
kontrakan ayahku di kota ini kecil lahannya? Karena aku rindu ibuku. Ibuku dulu
gemar menanam bunga matahari dan ayahku begitu pandai membuat kuacinya.”
Mata
Sita tambah berkaca-kaca hingga meneteslah air matanya... Dia peluk Nurul
begitu rupa sambil berbisik, "Sesungguhnya yang kita miliki adalah apa
yang kita berikan pada orang lain dengan ikhlas. Sungguh aku malu kini, jika
saja aku tak berbagi biji itu denganmu dulu, tentu justru aku tak akan punya
tanaman bunga matahari."
Sita memeriksa
biji bunga matahari dari Nurul ada puluhan jumlahnya. Insha Allah akan tumbuh
bunga matahari di rumahnya. Roman mukanya kini tersenyum seindah bunga
matahari.
Belajar ikhlas ya bu. Hari ini aku juga belajar ikhlas dalam menulis. Ikhlas kemampuan menulisku tidak sebagus teman-teman. Sku tetap belajar nenulis dan membagi cerita pengalamanku.
BalasHapusSemuanya perlu proses. Tetap semangat mbakku....Love you...! Semoga tiap untaian kata yg kita tulis bernilai ibadah. Aamiin...!
BalasHapus