Apakah Perda Bermasalah Itu?
Perda bermasalah adalah peraturan
daerah yang dibuat oleh pemerintah daerah yang dianggap menghambat investasi, perizinan,
membebankan beragam tarif pada
masyarakat, termasuk yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
lebih tinggi. Peraturan-peraturan ini dianggap bermasalah oleh berbagai pihak
yang berkepentingan, seperti pemerintah, masyarakat, maupun pelaku usaha.
Sebuah perda juga dinilai bermasalah
jika bertentangan dengan aturan di atasnya, bertentangan dengan kepentingan umum,
dan bertentangan kesusilaan.
Presiden Joko Widodo berpendapat,
banyaknya aturan bermasalah itu
menyulitkan serta menghambat pengambilan keputusan. Seiring dibukanya era
Masyarakat Ekonomi ASEAN, kompetisi antar negara semakin tajam dalam
memenangkan persaingan. Presiden Joko Widodo meminta kepada Menteri Dalam
Negeri Tjahjo Kumolo menghapus Perda yang bermasalah.
Kajian Kementrian Dalam Negeri
menenggarai sekitar 3.266 Peraturan Daerah (Perda) yang menghambat investasi dan pembangunan. Isi Perda itu juga
diduga bertentangan dengan semangat desentralisasi dan otonomi daerah yang
selama ini diharapkan mampu meningkatkan mutu pelayanan daerah, daya saing,
efektiitas serta kesejahteraan rakyat.
Ada
penilaian bahwa para pembuat Perda kerapkali menyalahgunakan kewenangan
diskresi, kewenangan khusus. Pemerintah Daerah yang mengatur semua kegiatan di
daerah dan menambahkan pasal yang sesungguhnya tidak perlu. Akibatnya,
iklim investasi tidak berjalan baik karena banyaknya aturan yang dibuat. Padahal berkembangnya sebuah investasi membutuhkan penyederhanaan prosedur perijinan bersifat lintas sektoral mudah dan lama sederhana, tidak memakan waktu lama. Sementara Perda bermasalah di atas semakin menambah beban panjangnya waktu dan ekonomi biaya tinggi dalam semua tingkatan prosedur. Perda bermasalah banyak muncul di era otonomi daerah. Hal ini dapat merugikan warga negara bila biarkan dan melemahkan negara dalam penegakkan hukum.
Uraian diatas merupakan pokok pikiran dari sebuah tema diskusi bulanan, yaitu “Meninjau Perda Inkonstitusional, Mewujudkan Tata Kelola Pemerintah Yang Baik", yang diadakan oleh Forum Alumni Aktivis Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (FAA PPMI).
Acara ini berlangsung hari Minggu, 5 Juni 2016 di Restoran Bumbu Desa, Jalan Cikini Raya No. 72 Jakarta Pusat. Pembicara dalam acara ini yaitu Bapak Widodo Sigit Pudjianto sebagai Kepala Biro Hukum Kementerian Dalam Negeri, Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Bapak Supratman Andi Agtas, Komisi II DPR RI Bapak Arteria Dahlan, Bapak Robert Endi Jaweng dari Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah dan Bapak Harli Muin dari Presidium FAA-PPMI. Sedangkan Bapak Mustakim dari redaktur Viva.co.id bertindak sebagai moderator.
Penyebab Lahirnya Perda Bermasalah
Pemerintah daerah sebenarnya tidak
bisa serta disalahkan karena memiliki peraturan daerah yang bermasalah. Beberapa
peraturan daerah pada dasarnya sebenarnya lahir atau menjadikan dasar
pembuatannya dari aturan di tataran
kementerian/ lembaga, baik berupa peraturan pemerintah (PP) ataupun peraturan
menteri (permen).
Beberapa hal yang melahirkan perda
bermasalah yaitu :
- Banyak undang-undang (UU) yang bertentangan dengan aturan teknisnya. Apalagi sering kali pembuatan UU hanya seperti tambal sulam. Terkadang setiap ada masalah langsung dibuat UU-nya. Misalnya : UU Mineral dan Batu Bara (Minerba) yang melarang adanya ekspor materiil, tapi dalam aturan menteri diperbolehkan. Hal ini menunjukkan pemerintah belum konsisten dengan aturan sendiri.
- Undang-Undang yang belum dilaksanakan. Misalnya UU Pangan yang memerintahkan pembentukan lembaga pangan nasional paling lambat dua tahun. Sampai hari ini belum juga belum terbentuk.
- Perda-perda yang menghambat investasi karena daerah berupaya menggenjot pendapatan asli daerah. Ini disebabkan pembagian dana alokasi umum (DAU) ataupun dana bagi hasil belum menunjukkan asas keadilan. Dalam pembagian tersebut jumlah penduduk menjadi salah satu faktor yang menentukan besar kecilnya dana yang didapat daerah. Bagi daerah di luar Jawa penduduknya sedikit, jadi uang yang diterima sedikit. Inilah kemudian yang disinyalir melahirkan pungutan-pungutan liar di daerah
- Pemerintah daerah sebenarnya yang berinisiatif untuk membuat perda-perda yang akhirnya dianggap bermasalah. Dia mencontohkan adanya aturan syarat surat keterangan domisili usaha yang dikeluarkan kelurahan. Selain tidak ada aturan di atasnya, peraturan baru ini sering kali memberatkan para pelaku usaha karena untuk memperolehnya bisa mencapai miliaran.
- Adanya pilkada langsung membuat kepemimpinan hanya terletak pada kepala daerah semata. Kepala daerah dituntut merealisasi apa pun janji kampanyenya. Dalam mewujudkan janji tersebut, segala hal dilakukan, termasuk salah satunya membuat perda-perda yang akhirnya dianggap bermasalah.
Peraturan Daerah dalam masa Otonomi
Daerah
Dalam mempertimbangkan penyelesaian permasalahan
perda yang bermasalah, maka kondisi perimbangan kekuasaan pusat dan daerah harus dalam keadaan bersinergi. Ketiadaan
koordinasi dan sinergi akan menjadi penghalang proses pembangunan yang lebih
efektif. Sangat tidak efisien jika pada akhirnya harus mengalkasikan sumber
daya untuk melakukan review atau pembatalan perda-perda yang sudah dibuat.
Di satu sisi perda-perda bermaslah
jika tidak diletakkan pada tempat yang semestinya, justru akan mendorong penyimpangan peraturan dalam NKRI baik
mendrong pada arah federalism ataupun membentuk negara-negara kecil dalam
negara. Dalam sudut pandang ekonomi, jika tetap dibiarkan perda-perda
bermasalah ini akan menurunkan iklim investasi dan tingkat kepercayaan pasar.
Sebab Perda menjadi acuan utama setiap investor untuk berinvestasi.
Sebuah Prinsip Kehati-hatian dalam
Penghapusan Perda Bermasalah
Presiden Joko Widodo memerintahkan kepada
Mendagri bahwa penghapusan 3000-an Perda Bermasalah harus selesai di akhir
bulan Juli 2016 ini. Namun dalam penghapusan perda-perda ini, sebaiknya
Kemendagri menerapkan prinsip-prinsip kehati-hatian. Ada perimbangan yang harus dipertimbangkan,
yaitu perimbangan antara inovasi, inisiatif dan kepentingan daerah dengan
kepentingan publik lainnya.
Perda-perda bermasalah memmang harus
dihapuskan, bukan hanya untuk mempernaiki sekedar iklim investasi di Indonesia,
namun lebih dari itu juga untuk memberikan check, review dan pengawasan kepada
pemerintah daerah tingkat I maupun tingkat II.
Inovasi, inisiatif dan kepentingan
daerah yang dituangkan dalam perda-perda tersebut, walaupun dinilai bermasalah,
merupakan produk kebijakan yang dibuat oleh kepala daerah dan DPRD setempat,
yang membawa mandate dari rakyat (karena
adanya pemilihan langsung) dan menjadi manifestasi demokrasi yang terjadi di level
daerah.
Harus tetap diaga agar tidak terjadi
resentralisasi kekuasaan, yang akhirnya akan menyalahi amanat dan semangat
reformasi yang memiliki semangat desentralisasi. Proses ini harus tetap
mendengarkan aspirasi local dalam membuat kebijakan-kebijakan.
Demikian secuplik catatan saya saat mengahadiri diskusi bulanan FAA PPMI ini bersama beberapa anggota Kumpulan Emak Blogger.
@alumnippmi #diskusitalkperda
Di Banjarmasin lagi terjadi kebijakan unik nih mba Gesang terkait diet kantong plastik. Kebetulan di jalan utama Banjarmasin ada toko Giant Extra dan Giant Ekspres yang jaraknya gak sampai 1 km. Nah giant ekspress dulu memberlakukan diet kantong berbayar 200 rupiah. sedangkan Giant Extra enggak. Sekarang Giant ekspress tidak menyediakan lagi kantong plastik meski kita merengek membayar, sedangkan Giant Extra nggak. Pas saya iseng tanya kasirnya, ternyata walau gak sampai satu kilometer jaraknya perbedaan itu karena kebijakan pemerintahan masing-masing. Yang satu Kotamadya yang satu kabupaten hehehe
BalasHapusWah begitu ya....hihihi unik. Semalam saya belanja di alfamart gak bayar kresek lho...katanya sekarang percobaan gak pake kresek lg. Unik ya perda di berbagai daerah...!
BalasHapusWah begitu ya....hihihi unik. Semalam saya belanja di alfamart gak bayar kresek lho...katanya sekarang percobaan gak pake kresek lg. Unik ya perda di berbagai daerah...!
BalasHapus